Apa yang menjadi apimu?
Yang membuat hidupmu bergairah, nyaman dalam menjalaninya,
dan bisa jadi adalah tujuan hidup.
Saat aku belum paham tujuan hidup dan masih kanak-kanak. Tujuan hidupku ya hanya menghabiskan waktu bersama sosok yang memberi asi kepadaku sampai umur 4 tahun, dan membiarkanku nyaman menetek meski tanpa susu sampai umur 5 tahun.
Lalu apiku itu padam saat belum genap 10 tahun. Aku patah,
dunia yang sebelumnya berwarna orange mendadak jadi biru tua. Lalu aku mulai meraba-raba.
Mencari lagi api hidup. Api yang akan menjadi bara sampai waktuku habis dan
meredup. Lalu Api itu kurasakan muncul dari setiap senyum orang yang kutemui.
Aku nyaman melihat orang tersenyum dan membalas senyumku.
Terpikir aku harus bisa membuat orang tersenyum.
Lalu aku berusaha berbuat baik agar orang lain tersenyum.
Aku sudah muak dengan kesedihan akibat ibu yang mendadak pergi.
Hanya ingin bisa tersenyum. setidaknya untuk diri sendiri, syukur-syukur
bisa mengajak orang lain.
Awalnya itu muncul tanpa sadar. Dari pilihan-pilihan hobi yang muncul.
Kebetulan aku suka menggambar. Mungkin dipengaruhi kakakku
yang lebih dulu eksis menggambar kartun. Kakakku mengirim gambar kartunnya ke beberapa
media cetak kala itu,tahun 80an akhir sampai tahun 90an. Dan lumayan bisa untuk
bertahan hidup.
Akupun mengikutinya. Lebih ke upaya membuat orang tertawa, setidaknya
tersenyum. Honor ya tetep perlu, sebagai tambahan uang saku.
Seiring waktu, pilihan hidup pun mengarah ke visual.
Menggambar, membuat kartun dan komik. Dari SMA/SMSR sampai kuliah di ISI. Meski
belum dengan kesadaran saat ini. Aku suka menggambar, melucu lewat gambar
tepatnya.
Dengan lelucon atau satir. Tidak langsung tertawa, mikir dulu. Aku suka lukisan
dengan muatan satir imajinatif, macam lukisan Sudjono Kerton, JokoPekik, Marc Chagall, dan Picasso. Melihat bentuk-bentuk
kubis karya Picasso itu sebuah satir anatomi yangmenggelikan.
Juga imajinasi Marc Chagall yang liar. Dari
figure-figur kubisme Picasso kukembangkan karakter kartun dan komik, dari Marc Chagall
kuambil cara dia membuat komposisi gaya lukis untuk menghasilkan visual yang
bisa jadi untuk ilustrasi, kartun dan komik,yang kuharap jadi gaya ciri khasku.
Memaknai hal lucu pun berkembang seiring
pengetahuan yang diasup kepala.
Menterjemahkan lucu sebagai proses mentertawakan fenomena yang pernah dialami dan
sudah terlewat dalam hidup, lalu saat diingat menjadi hal yang menggelitik dan menimbulkan
tawa, bahkan dari sepahit apapun pengalamannya salah satunya.
Lalu lahir karya satir yang bisa jadi terkesan
gelap, tetapi ada sesuatu yang menggelitik dan membuat tertawa meski sambil misuh-misuh.
Kemudian memanfaatkan medium senirupa/ komik
sebagai media curhat yang harapannya bisa melapangkan hati dan menerbitkan
senyuman. Kupraktekkan di penjara anak-anak Tangerang dari tahun 2005-2010
secara intens. Kemudian ke penjara-penjara lain sampai tahun 2016.
Aku menulis ini tentu ada penyebabnya. Sepagi tadi
bersama istri kita melihat film animasi Disney berjudul “Soul”. Film tentang
jiwa-jiwa yang diturunkan untuk bertemu raga dan menuntun takdirnya. Dikemas dalam
cerita yang ringan dan lucu
Lebih jelasnya silahkan tonton sendiri di Disney+ (bukan maksud ngiklan ya)
Film yang memantik tulisan ini. Juga sebagai
catatan awal tahun yang akan kuposting di rahmanseblat.blogspot.com
mau ngeblog lagi ceritanya.
Memulai dengan catatan yang semoga reflektif untukku
sendiri. Semakin paham dengan tujuan hidup dan menjaga api, yang ternyata
adalah senyuman.
Dari situ semua bermula, dan hidup dijalani sampai waktunya redup dan mati