Tuesday, December 29, 2020

Depok Lawan Corona


Ini sebenarnya cerita konyol. Konyol berjamaah malahan. Diawal pandemi Corona, bulan Februari, saya diajak bergabung di WAG @depoklawancorona. Yang ngajak si mbak2 aktipis mantan anggota dprd Depok
Sahat Farida Berlian

Di WAG tersebut tergabung teman-teman yang tinggal di Depok. Beberapa merasa seperti saya, hanya numpang tidur di Depok.
Ndak punya kontribusi buat kota yg ajaib ini.
Lalu mulailah bersliweran diskusi di group. Apa yang harus dilakukan menghadapi pandemi yang diperkirakan bakal panjang. Banyak ide bermunculan liar, lalu pelan-pelan di runutkan sesuai skala prioritas. Lalu direncanakanlah aksi.
Diawali dengan memproduksi kebutuhan untuk melawan covid-19, salah satunya membuat handsanitizer yang dianggap penting dan harusnya tidak dikomersilkan. Melibatkan ibu-ibu kampung di wilayah kekuasaannya Sahat.
Dibuatlah handsantizer dari bermacam bahan yang dihimpun dari para anggota WAG. Saya ingat pernah pesan alkohol 70% di pabrik. (gerakan itu sekarang benar2 hilang karena orang lebih suka beli)
Ditengah proses produksi handsanitizer kami dpt kabar bahan baku alkohol terbatas dan lebih dibutuhkan rumah sakit.
Lalu ada ide dari mas
Pius Wisnu Trias
yang mengusulkan membuat ember portable cuci tangan. Menurut mas Pius cuci tangan dengan sabun lebih efektif dan maksimal fungsinya, meski agak repot, tapi perlu dibiasakan.
Lalu mulailah kita bahu membahu memproduksi ember cuci tangan, menggunakan bahan dari ember cat ukuran 25 kg yang kebetulan ada stoknya di lapak depan rumah. Sasaran pembagian ember awalnya di tempat umum yang ada aktifitas orang spt warung makan dan pangkalan ojek. itu di Awal Maret 2020 mulainya.
Setelah selesai lalu secepatnya di distribusikan. Awalnya respon orang agak aneh dan kikuk. lama-lama seiring himbauan pemerintah banyak yang bertanya tentang ember portable, otomatis pesanan mulai banyak. karena saya ga mau mendadak jadi tukang ember dan melupakan cita-cita dan idealisme menjadi perupa, saya sarankan supaya pada bikin sendiri. Sampai kita buatkan tutorial di yutup. hehehe
Kemudian ide bergulir lagi, kali ini
Kahfi Pongq
yang nantang kita buka lahan. Sok-sokannya untuk kedaulatan pangan.
Kebetulan disamping rumah ada lahan nganggur. Singkatnya bersama warga kita "ambil alih" sementara lahan nganggur itu. Di tempat lain beberapa kawan melakukan hal yang sama, kemudian mulai mikir apa yang akan ditanam.
Lontaran pertama adalah singkong karena dianggap bisa jadi pengganti nasi dan gampang tumbuh. Tak lama Sahat sudah dapat bibit singkong mentega dari seseorang dermawan. "Brugg' di rumah saya ditaruhin 75 batang, padahal palingan saya cuma mampu nanem 40 batang. Akhirnya sisanya saya tawarkan ke kawan lain di WAG
, dan disambut ama
Harris Malikus
yang singkat cerita datang ke RTJ.
Pas sampai doi ternyata juga bawa bibit kelor dan pepaya jepang. Awalnya saya meremehkan pepaya jepangnya, karena di kebon belakang merimbun. tetapi karena kadung sudah dikasih, saya tancap aja asal-asalan 3 batang di halaman depan.
Selang berjalannya waktu, kekawatiran kolektif kita tidak terbukti. Tidak terjadi kelaparan di dunia wabil khusus di Depok. Semua baik-baik saja, warteg masih buka, meski di sela seminggu ada yang berbagi nasi ke warga. Kita pun sempat membuat dapur umum sejangkauan tangan dan mendistribusikan sembako. Tetapi ketakutan akan ancaman kelaparan tidak terbukti, dannnn... Singkong yang saya tanam pun smapai sekarang masih tegak berdiri dengan pongahnya. Sudah lebih enam bulan padahal. Sementara kacang panjang sekali tanam dan sudah panen, terong sudah beberapa kali panen dan mulai tidak terawat.
Kolam lele sudah sekali panen lalu dibagi ke warga sekitar rumah, tetapi belum juga menabur benih lagi.
Yang tidak diduga justru daun pepaya jepang, tumbuh subur di depan rumah dan rajin saya lalap menjadi teman indomie rebus favorit penyelamat perut.
Jadi, Pandemi Corona sialan ini ternyata memaksa kita belajar dan mengakui kesalahan & kekonyolan, dalam banyak hal.
Juga secara konsisten menguji kesabaran kita terhadap hal paling mendasar dari cara pencegahannya, tetap bertahan rajin cuci tangan, pakai masker saat keluar rumah dan menjauh saat ada kerumunan.
Juga membuat saya khususnya harus rajin menjaga akal sehat agar ligat keluar dari simpang siur informasi yang datang dari manapun, termasuk pemerintah.
Ya biar tidak mengulang kekonyolan lagi. Kan malu ama appa anjing gw yg suka ngacak-acak sampah

No comments:

Post a Comment